Suatu petaka bertemu laki-laki
seperti dia. bagaikan mimpi buruk yang begitu menakutkan sampai-sampai aku
tidak bisa terbangun dari mimpi buruk itu. Ah! Begitu sial hidupku saat ini
harus bertemu laki-laki yang seperti iblis itu, apalagi aku harus selalu berada
di sampingnya. Bagaimana bisa aku melakukan kesalahan sebodoh itu sampai
akhirnya hidupku menjadi begini. Bodoh, bodoh, bodoh! Nazla bodoh! Sekarang apa
yang harus ku lakukan.
***
Dia selalu terlihat tampan dalam
keadaan apapun. Senangnya bisa melihat dia terus seperti ini. Andaikan saja aku
bisa menjadi kekasihnya, pasti aku akan menjadi orang yang paling beruntung dan
paling bahagia di dunia ini. bagaikan menjadi putri di negeri – negeri dongeng.
Aku termenung terlalu dalam sampai-sampai
aku tidak mendengar guruku memanggil namaku. Guruku menyuruhku mengerjakan soal
kimia yang ada di papan tulis. Mati aku! Aku tidak mengerti apa-apa. Aku
menunduk malu karena tidak bisa mengerjakan soal tersebut. Akhirnya aku
mendapatkan semburan kata-kata pedas dari Bu Anna, guru kimiaku. Dia pun
membahas nilai ulanganku yang tidak pernah mendapatkan nilai 8.
Menyebalkan sekali Bu Anna. Dia
pikir soal kimia itu mudah. Bagaimana bisa aku mendapatkan nilai 8 jika soal
yang dia buat membuat otak para pelajar hampir pecah mengerjakannya.
Menyebalkan! Mengganggu mimpiku saja!
Wah tampannya Randy. Dia selalu
berhasil menghilangkan segala rasa kesal yang ada di dalam diriku. Begitu
mempesona. Ingin rasanya duduk di sampingnya, memegang tangannya itu.
Sandra, teman baikku pun
menghampiriku dan menanyakan perihal yang terjadi tadi. Aku tidak memperdulikan
apa yang Sandra sedang katakan. Aku tetap terfokus pada Randy. Laki-laki yang
sangat aku sukai sejak pertama kali masuk ke sekolah. Sandra yang merasa tak
didengar olehku merasa sedikit kesal, dan merasa ingin tahu apa yang sedang ku
perhatikan sejak tadi sehingga membuat aku mengacuhkannya. Diapun tertawa
melihat aku yang sedang memperhatikan Randy. Dia memberikanku saran untuk
mengungkapkan perasaanku kepada Randy. Bagaimana bisa aku mengungkapkannya
begitu saja kepada Randy. Bisa bisa aku salah bicara kepadanya. Sandra pun
mulai berfikir memikirkan sesuatu. Semoga saja dia bisa menemukan suatu ide
untuk membantu aku bersatu dengan Randy. Senangnya. Membayangkannya saja sudah
membuatku begitu senang, apalagi kalau sampai hal tersebut terjadi menjadi
kenyataan.
Sandra mulai tersenyum cerah. Aku
rasa dia sudah mendapatkan ide yang bagus. Dan ternyata benar. Sandra
menyuruhku untuk membuat surat cinta untuk Randy, dan aku akan memberikannya
langsung kepada Randy. Senangnya aku mendengar ide bagus Sandra. Aku langsung
memeluknya erat sambil mengucapkan terima kasih. Sudah tidak sabar rasanya
untuk menulis surat cinta untuk Randy. Akan kubuat sebagus mungkin, akan
kuungkapkan semua isi hatiku selama ini yang terpendam untuknya.
***
Rasanya pagi ini terlihat sangat
cerah sekali, membuatku sangat semangat untuk datang ke sekolah. Surat yang ada
di tanganku ini akan mengubah segalanya, menjadikan hari-hari ku lebih bahagia
dan lebih berwarna. Aku tidak tahan menahan rasa bahagia ini, membuatku ingin
mendendangkan nada-nada indah. Nada-nada yang sangat indah sekali.
Kulewati koridor sekolah dengan
senyuman manis di wajahku. Tak henti-hentinya aku melihat senang dan menciumi
amplop yang berisi surat cinta yang telah ku tulis semalaman. Tiba-tiba saja
Sandra menarik tanganku membuatku berjalan mengikuti langkah kakinya. Dia
menujukkan jarinya ke arah seseorang, seseorang yang sangat aku kenali. Itu
Randy! Dia sedang menuju toilet laki-laki. Aku harus segera memberikan surat
ini! aku berlari menuju toilet laki-laki dan berdiri didekatnya. Jantungku
mulai berdegup cepat, aku sangat gugup. Kulihat Randy sedang berjalan keluar
toilet, aku segera bersiap-siap berdiri di dekat toilet. Aku menundukkan
kepalaku dan menjulurkan tanganku yang memegang surat tadi. Namun saat aku
mengangkat kepalaku, aku terkaget setenah mati. Aku salah memberikan surat
tersebut. Ternyata yang lewat dihadapanku bukanlah Randy. Aku langsung meminta
maaf dan berlari meninggalkan laki-laki tersebut. Mati aku, mati aku! Sandra
menarik tubuhku saat aku berlari di depannya.
Nazla, Nazla! Kenapa kamu bisa
sebodoh itu! salah memberikan surat cinta keada orang lain. Ini sangat
memalukan. Bagaimana bisa yang keluar itu bukan Randy. Aku sangat yakin yang
kulihat tadi adalah Randy yang akan keluar dari toilet. Sandrapun merutuki
kebodohanku yang salah memberikan surat cinta kepada orang lain. Kemudian dia
menanyai surat yang akan ku berikan kepada Randy. Aku melihat tanganku yang kosong
tak memegang surat itu. Ya! surat itu hilang! Kemana surat yang sedari tadi aku
pegang itu! Hancur sudah harapanku. Yang lebih parah lagi kalau sampai ada
orang lain yang menenemukannya dan membacanya, kemudian menyebarkannya satu
sekolah. Bisa hancur masa depanku di sekolah ini. Aku bisa menanggung malu yang
sangat besar bahkan sampai nanti aku lulus dari sekolah ini. Oh tidak!
Aku berlari kembali menuju toilet
laki-laki meninggalkan Sandra sendirian, dan mencari surat cintaku. Aduh, bagaimana
ini. Tidak ada dimana-mana surat itu. Tiba-tiba saja Randy menghampiriku.
Jantungku berdegup cepat saat Randy menghampiriku dan menanyai apa yang sedang
ku lakukan. Aku sangat senang saat Randy menanyaiku, dan hampir saja aku
menjawab sedang mencari surat cinta untuknya. Aku langsung menutup mulutku dan
mengatakan tidak ada apa-apa. Aku kemudian berlari meninggalkan Randy.
Bagaimana ini surat cintaku belum
kutemukan. Aku harus mencarinya kemana lagi. ku harap surat itu sudah berada di
tempat sampah yang sedang dibawa petugas kebersihan sekolah ke tempat pembakaran
sampah. Aku mulai mengelus-elus dadaku mencoba menenangkan diriku dan mencoba
berfikiran positive tentang keberadaan surat cintaku itu. Namun tiba-tiba saja
ada seorang laki-laki yang menggeprak
mejaku dan membuatku terkaget. Terlihat sepucuk amplop yang sangat aku kenali.
Itu surat cintaku! Aku menjulurkan tanganku mencoba mengambil surat itu, namun
secepat kilat juga tangan laki-laki itu mengambil kembali surat cintaku. Aku
mengangkat kepalaku untuk melihat siapa laki-laki yang menemukan surat cintaku
tersebut. Seringaian kejam terlukis di wajah laki-laki itu. Satria Angkasa
Pratama. Laki-laki kejam yang menjadi incaran wanita-wanita yang ada di sekolah
ini. Bagaimana bisa surat cintaku ada padanya.
Aku mencoba mengingat-ngingat
kejadian yang terjadi di toilet tadi. Aku mencoba mengingat wajah laki-laki
yang kuberikan surat cintaku. Dan aku baru tersadar laki-laki tersebut adalah
Satria. Aku mulai tersenyum yang dipaksakan kepadanya dan mencoba mengambil suratku
dari tangannya. Namun semuanya hanya sia-sia, aku gagal merebutnya. Dan dari
sinilah mimpi burukku dimulai.
***
Aku sangat lelah berada di samping
laki-laki iblis itu. dia sudah merampas hak kemanusiaanku. Hidupku sudah
hancur. Bagaimana caranya aku terlepas dari iblis ini. Dia selalu memaksaku
melakukan hal-hal yang tak kuinginkan. Mulai dari mengerjakan PR nya,
membelikannya makanan, mengikutinya kemanapun dia pergi, memijatnya, dan masih
banyak lagi yang harus ku lakukan.
Dan sekarang aku baru pulang ke
rumah karena iblis itu. Lihat! Jam berapa sekarang? Sudah hampir jam 9 dan aku
harus pulang ke rumah sendirian. Dasar laki-laki kejam, tak berperikemanusiaan,
tidak punya hati! Bagaimana bisa seluruh wanita yang ada di sekolahku menyukai
iblis kejam ini. Apakah mata mereka sudah buta. Dan besok aku masih harus
mengikutinya dan teman-temannya yang memiliki wajah wajah mesum! Rasanya lebih
baik aku mati daripada harus terus-terusan seperti ini.
Mataku sudah lelah sekali karena
seharian harus menulis PR si iblis itu. aku sudah tak tahan menahan beratnya
mataku ini. aku sangat mengantuk. Lebih baik sekarang aku tidur.
***
Mati aku! Aku terlambat bangun. Aku
bisa terkena siksaan yang lebih kejam lagi ini. aku berlari sekuat tenaga ku
menuju taman bermain yang kemarin Satria katakan kepadaku. Kucari dia dan
akhirnya aku menemukannya. Aku berlari menujunya namun tiba-tiba saja langkahku
terhenti. Tunggu dulu apa yang barusan kulihat? Satria tersenyum manis melihat
anak kecil. Tampan sekali, sepertti seorang malaikat. Rasanya dirinya menjadi bersinar
cerah. Apa dia benar-benar Satria Angkasa Pratama? Ataukah dia adalah kembaran
Satria?
Kudekati Satria dan kusentuh
bahunya. Dia berbalik menghadap ke arahku. Terlihat kembali wajah kejamnya
seperti biasa. Dia benar-benar aneh. Tapi kemana teman-temannya? Kenapa hanya
ada dia seorang? Bukankah dia bilang akan ada teman-temannya? Satria pun
menarik tanganku menuju ke salah satu wahana yang ada di taman bermain ini. Dia
membeli 2 lembar tiket wahana permainan kincir angin. Apa yang sedang dia
lakukan? Apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan? Mengajakku naik kincir
angin, kemudian dia akan mendorongku dari atas sanakah? Wajahku mulai pucat
pasi membayangkan apa yang akan terjadi padaku.
Aku terdiam di depan pintu masuk
kincir angin. Satria mulai membentakku menyuruhku untuk segera masuk. Aku masuk
ke dalam kincir angin dan hanya duduk terdiam seperti patung. Kincir angin
mulai berputar. Aku hanya menundukkan kepalaku. Jantungku mulai berdegup cepat,
wajahku menjadi sangat pucat membayangkan apa yang akan terjadi padaku beberapa
saat lagi. Beberapa menit telah berlalu, tidak terjadi apa-apa padaku. Aku
mulai memberanikan diri mengangkat kepalaku dan melihat iblis tersebut yang
berada di depanku. Dia kembali tersenyum manis sambil melihat pemandangan yang
ada di bawah sana. Oh Tuhan! Kenapa tiba-tiba iblis ini terlihat seperti
malaikat? Kenapa tiba-tiba dia membuatku terpesona? Rasanya ada sesuatu yang
berbeda yang kurasakan di dalam hatiku, rasanya sangat tenang sekali melihatnya
tersenyum seperti itu.
***
Setelah kejadian di taman bermain,
Satria benar-benar berubah. Dia tidak sekejam seperti sebelumnya. Entah mengapa
dia berubah seperti itu. Dia sudah jarang menyiksaku —bukankah seharusnya aku
senang? Itu artinya sebentar lagi aku akan terbebas dari segala penyiksaan yang
selama ini menimpaku. Namun bimbang menyergap hatiku. Seperti perasaan aneh
yang selalu meliputi hatiku semenjak Satria berubah. Entah perasaan aneh apa
yang selalu meliputi hatiku ini. Sedih dan kecewa, tetapi bukankah seharusnya
perasaan senang?
Aku berjalan menyusuri koridor
sekolah. Berjalan sendiri dengan perasaan yang tak menentu. Aku mulai tak
mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Di tengah langkah kakiku yang
begitu lemah, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tanganku. Aku yang tak
sempat melawan terpaksa mengikuti langkah kaki orang yang menarikku. Setelah
berhenti di suatu tempat aku mulai memperhatikan wajah orang yang menarikku.
Dia tidak sendiri. Ada beberapa orang yang mengikuti kami dari belakang. Mau
apa mereka?
Dengan kasarnya orang yang menarik
tanganku —Rina— mendorong tubuhku ke tembok. Dia berbicara kasar dan membawa
nama Satria. Hei, di sini aku adalah korban dari Satria bukan oknum yang
menggoda Satria. Dengan seenaknya mereka menganggap aku seperti itu tanpa tau
kenyataaannya. Aku ingin mengatakan kenyataan yang sebenarnya, tapi —sudahlah
tak usah kukatakan. Setelah puas mereka pun meninggalkan aku sendirian.
Aku tetap menjadi pelayan Satria
sampai saat ini. aku tetap berada di sekitar dia dan teman-temannya untuk
melayani mereka. Entah kapan mereka akan puas menyiksaku dan membebaskan aku.
Aku menyusuri trotoar dan berhenti di depan zebracross.
Jalanan begitu sepi. Tidak ada penyebrang jalan selain aku. Lampu lalu lintas
pun menunjukkan warna merah. Akupun melanjutkan langkah kakiku menyebrangi
jalanan untuk menuju minimarket yang berada di sebrang. Namun tiba-tiba—
***
Aku membuka mataku dan melihat
sekelilingku berwarna putih. Dimana aku? Ahhh..., aku merasakan sakit di bagian
kepalaku. Kenapa aku? aku mengangka tangan kananku untuk memegangi kepalaku
yang terasa sakit, tapi tanganku seperti ditahan sesuatu. Aku melirik ke arah
tanganku, dan kulihat seseorang sedang tertidur sambil memegagi tanganku. Ku
perhatikan dengan jelas wajahnya, dan Astaga aku tak percaya dengan yang
kulihat saat ini. apakah aku bermimpi?
Aku mencoba menarik tanganku,
tetapi malah membuat orang itu terbangun dari tidurnya. Dia langsung bangun
setelah mengetahui aku telah sadar. Dia terlihat gugup. Dia bergegas
melangkahkan kakinya. “Satria!” akupun memanggilnya. Langkahnya terhenti.
“Ada apa?” jawabnya ketus tanpa
melihat ke arahku.
“Sebenarnya aku kenapa?”
“Ada orang yang berusaha
mencelakaimu” Satria pun akhirnya membalikkan tubuhnya dan kembali duduk di
dekatku. Dia menceritakan segala kejadian yang telah kualami.
Ruanganpun kembali sunyi setelah
Satria selesai menceritakan ceritanya. Tak ada satupun dari kami yang
berbicara. Satria pun kembali bangun dari tempat duduknya. Akupun akhirnya mengucapkan
pertanyaan yang sedari tadi aku pendam, “Lalu apa yang sedang kau lakukan
tadi?”
“Aku hanya tertidur,” jawabnya.
“Sambil memegang tanganku?”
“Ya.”
Jawaban singkatnya membuat aku
kesal. “Kenapa kau seenaknya memegang tanganku?”
“Karena aku menyayangimu,” jawabnya
lagi tanpa muka datar dan kata-kata yang begitu jujur.
“Hei! Apa kau sedang bercanda dan
berusaha mengerjaiku?” aku tertawa renyah. Tapi Satria hanya diam.
“Ya sudah kalau kau tidak percaya.
Tidak papa.”
Satriapun kembali melangkahkan
kakinya menuju pintu. Dan langkahnya kembali terhenti saat aku kembali
berbicara, “Apa arti semua ini? aku sungguh tidak mengerti apapun.”
“Aku menyayangimu sejak aku pertama
kali melihatmu. Dan aku melakukan semuanya selama ini hanya ingin tau kenapa aku
bisa menyayangimu.”
Aku terdiam. Masih tidak percaya
dengan kata-kata yang diucapkan Satria. Mungkin aku hanya berada dalam mimpi.
Aku pun mencubit tanganku. Auuu! Sakit. Itu artinya ini kenyataan.
“Hei! Apa yang kau lakukan? Kenapa
kau mencubit tanganmu?” Satria terlihat panik.
“Aku hanya ingin tau apakah aku
bermimpi atau ini memaang benar-benar kenyataan,” jawabku dengan jujur.
Satria menarik tubuhku dan
membawanya dalam dekapannya, “Kau bodoh sekali Nazla! Ini kenyataan! Dan memang
seperti itu kenyataannya,” ucapnya sambil memeluk tubuh lemahku. Dan aku mulai
percaya bahwa ini memang benar-benar kenyataan yang sesungguhnya. Ini bukanlah
mimpi.