Alfiyah Nur Amaliyah
Suatu petaka bertemu laki-laki seperti dia. bagaikan mimpi buruk yang begitu menakutkan sampai-sampai aku tidak bisa terbangun dari mimpi buruk itu. Ah! Begitu sial hidupku saat ini harus bertemu laki-laki yang seperti iblis itu, apalagi aku harus selalu berada di sampingnya. Bagaimana bisa aku melakukan kesalahan sebodoh itu sampai akhirnya hidupku menjadi begini. Bodoh, bodoh, bodoh! Nazla bodoh! Sekarang apa yang harus ku lakukan.

***

Dia selalu terlihat tampan dalam keadaan apapun. Senangnya bisa melihat dia terus seperti ini. Andaikan saja aku bisa menjadi kekasihnya, pasti aku akan menjadi orang yang paling beruntung dan paling bahagia di dunia ini. bagaikan menjadi putri di negeri – negeri dongeng.
Aku termenung terlalu dalam sampai-sampai aku tidak mendengar guruku memanggil namaku. Guruku menyuruhku mengerjakan soal kimia yang ada di papan tulis. Mati aku! Aku tidak mengerti apa-apa. Aku menunduk malu karena tidak bisa mengerjakan soal tersebut. Akhirnya aku mendapatkan semburan kata-kata pedas dari Bu Anna, guru kimiaku. Dia pun membahas nilai ulanganku yang tidak pernah mendapatkan nilai 8.
Menyebalkan sekali Bu Anna. Dia pikir soal kimia itu mudah. Bagaimana bisa aku mendapatkan nilai 8 jika soal yang dia buat membuat otak para pelajar hampir pecah mengerjakannya. Menyebalkan! Mengganggu mimpiku saja!
Wah tampannya Randy. Dia selalu berhasil menghilangkan segala rasa kesal yang ada di dalam diriku. Begitu mempesona. Ingin rasanya duduk di sampingnya, memegang tangannya itu.
Sandra, teman baikku pun menghampiriku dan menanyakan perihal yang terjadi tadi. Aku tidak memperdulikan apa yang Sandra sedang katakan. Aku tetap terfokus pada Randy. Laki-laki yang sangat aku sukai sejak pertama kali masuk ke sekolah. Sandra yang merasa tak didengar olehku merasa sedikit kesal, dan merasa ingin tahu apa yang sedang ku perhatikan sejak tadi sehingga membuat aku mengacuhkannya. Diapun tertawa melihat aku yang sedang memperhatikan Randy. Dia memberikanku saran untuk mengungkapkan perasaanku kepada Randy. Bagaimana bisa aku mengungkapkannya begitu saja kepada Randy. Bisa bisa aku salah bicara kepadanya. Sandra pun mulai berfikir memikirkan sesuatu. Semoga saja dia bisa menemukan suatu ide untuk membantu aku bersatu dengan Randy. Senangnya. Membayangkannya saja sudah membuatku begitu senang, apalagi kalau sampai hal tersebut terjadi menjadi kenyataan.
Sandra mulai tersenyum cerah. Aku rasa dia sudah mendapatkan ide yang bagus. Dan ternyata benar. Sandra menyuruhku untuk membuat surat cinta untuk Randy, dan aku akan memberikannya langsung kepada Randy. Senangnya aku mendengar ide bagus Sandra. Aku langsung memeluknya erat sambil mengucapkan terima kasih. Sudah tidak sabar rasanya untuk menulis surat cinta untuk Randy. Akan kubuat sebagus mungkin, akan kuungkapkan semua isi hatiku selama ini yang terpendam untuknya.

***

Rasanya pagi ini terlihat sangat cerah sekali, membuatku sangat semangat untuk datang ke sekolah. Surat yang ada di tanganku ini akan mengubah segalanya, menjadikan hari-hari ku lebih bahagia dan lebih berwarna. Aku tidak tahan menahan rasa bahagia ini, membuatku ingin mendendangkan nada-nada indah. Nada-nada yang sangat indah sekali.
Kulewati koridor sekolah dengan senyuman manis di wajahku. Tak henti-hentinya aku melihat senang dan menciumi amplop yang berisi surat cinta yang telah ku tulis semalaman. Tiba-tiba saja Sandra menarik tanganku membuatku berjalan mengikuti langkah kakinya. Dia menujukkan jarinya ke arah seseorang, seseorang yang sangat aku kenali. Itu Randy! Dia sedang menuju toilet laki-laki. Aku harus segera memberikan surat ini! aku berlari menuju toilet laki-laki dan berdiri didekatnya. Jantungku mulai berdegup cepat, aku sangat gugup. Kulihat Randy sedang berjalan keluar toilet, aku segera bersiap-siap berdiri di dekat toilet. Aku menundukkan kepalaku dan menjulurkan tanganku yang memegang surat tadi. Namun saat aku mengangkat kepalaku, aku terkaget setenah mati. Aku salah memberikan surat tersebut. Ternyata yang lewat dihadapanku bukanlah Randy. Aku langsung meminta maaf dan berlari meninggalkan laki-laki tersebut. Mati aku, mati aku! Sandra menarik tubuhku saat aku berlari di depannya.
Nazla, Nazla! Kenapa kamu bisa sebodoh itu! salah memberikan surat cinta keada orang lain. Ini sangat memalukan. Bagaimana bisa yang keluar itu bukan Randy. Aku sangat yakin yang kulihat tadi adalah Randy yang akan keluar dari toilet. Sandrapun merutuki kebodohanku yang salah memberikan surat cinta kepada orang lain. Kemudian dia menanyai surat yang akan ku berikan kepada Randy. Aku melihat tanganku yang kosong tak memegang surat itu. Ya! surat itu hilang! Kemana surat yang sedari tadi aku pegang itu! Hancur sudah harapanku. Yang lebih parah lagi kalau sampai ada orang lain yang menenemukannya dan membacanya, kemudian menyebarkannya satu sekolah. Bisa hancur masa depanku di sekolah ini. Aku bisa menanggung malu yang sangat besar bahkan sampai nanti aku lulus dari sekolah ini. Oh tidak!
Aku berlari kembali menuju toilet laki-laki meninggalkan Sandra sendirian, dan mencari surat cintaku. Aduh, bagaimana ini. Tidak ada dimana-mana surat itu. Tiba-tiba saja Randy menghampiriku. Jantungku berdegup cepat saat Randy menghampiriku dan menanyai apa yang sedang ku lakukan. Aku sangat senang saat Randy menanyaiku, dan hampir saja aku menjawab sedang mencari surat cinta untuknya. Aku langsung menutup mulutku dan mengatakan tidak ada apa-apa. Aku kemudian berlari meninggalkan Randy.
Bagaimana ini surat cintaku belum kutemukan. Aku harus mencarinya kemana lagi. ku harap surat itu sudah berada di tempat sampah yang sedang dibawa petugas kebersihan sekolah ke tempat pembakaran sampah. Aku mulai mengelus-elus dadaku mencoba menenangkan diriku dan mencoba berfikiran positive tentang keberadaan surat cintaku itu. Namun tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang menggeprak mejaku dan membuatku terkaget. Terlihat sepucuk amplop yang sangat aku kenali. Itu surat cintaku! Aku menjulurkan tanganku mencoba mengambil surat itu, namun secepat kilat juga tangan laki-laki itu mengambil kembali surat cintaku. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat siapa laki-laki yang menemukan surat cintaku tersebut. Seringaian kejam terlukis di wajah laki-laki itu. Satria Angkasa Pratama. Laki-laki kejam yang menjadi incaran wanita-wanita yang ada di sekolah ini. Bagaimana bisa surat cintaku ada padanya.
Aku mencoba mengingat-ngingat kejadian yang terjadi di toilet tadi. Aku mencoba mengingat wajah laki-laki yang kuberikan surat cintaku. Dan aku baru tersadar laki-laki tersebut adalah Satria. Aku mulai tersenyum yang dipaksakan kepadanya dan mencoba mengambil suratku dari tangannya. Namun semuanya hanya sia-sia, aku gagal merebutnya. Dan dari sinilah mimpi burukku dimulai.

***

Aku sangat lelah berada di samping laki-laki iblis itu. dia sudah merampas hak kemanusiaanku. Hidupku sudah hancur. Bagaimana caranya aku terlepas dari iblis ini. Dia selalu memaksaku melakukan hal-hal yang tak kuinginkan. Mulai dari mengerjakan PR nya, membelikannya makanan, mengikutinya kemanapun dia pergi, memijatnya, dan masih banyak lagi yang harus ku lakukan.
Dan sekarang aku baru pulang ke rumah karena iblis itu. Lihat! Jam berapa sekarang? Sudah hampir jam 9 dan aku harus pulang ke rumah sendirian. Dasar laki-laki kejam, tak berperikemanusiaan, tidak punya hati! Bagaimana bisa seluruh wanita yang ada di sekolahku menyukai iblis kejam ini. Apakah mata mereka sudah buta. Dan besok aku masih harus mengikutinya dan teman-temannya yang memiliki wajah wajah mesum! Rasanya lebih baik aku mati daripada harus terus-terusan seperti ini.
Mataku sudah lelah sekali karena seharian harus menulis PR si iblis itu. aku sudah tak tahan menahan beratnya mataku ini. aku sangat mengantuk. Lebih baik sekarang aku tidur.

***

Mati aku! Aku terlambat bangun. Aku bisa terkena siksaan yang lebih kejam lagi ini. aku berlari sekuat tenaga ku menuju taman bermain yang kemarin Satria katakan kepadaku. Kucari dia dan akhirnya aku menemukannya. Aku berlari menujunya namun tiba-tiba saja langkahku terhenti. Tunggu dulu apa yang barusan kulihat? Satria tersenyum manis melihat anak kecil. Tampan sekali, sepertti seorang malaikat. Rasanya dirinya menjadi bersinar cerah. Apa dia benar-benar Satria Angkasa Pratama? Ataukah dia adalah kembaran Satria?
Kudekati Satria dan kusentuh bahunya. Dia berbalik menghadap ke arahku. Terlihat kembali wajah kejamnya seperti biasa. Dia benar-benar aneh. Tapi kemana teman-temannya? Kenapa hanya ada dia seorang? Bukankah dia bilang akan ada teman-temannya? Satria pun menarik tanganku menuju ke salah satu wahana yang ada di taman bermain ini. Dia membeli 2 lembar tiket wahana permainan kincir angin. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan? Mengajakku naik kincir angin, kemudian dia akan mendorongku dari atas sanakah? Wajahku mulai pucat pasi membayangkan apa yang akan terjadi padaku.
Aku terdiam di depan pintu masuk kincir angin. Satria mulai membentakku menyuruhku untuk segera masuk. Aku masuk ke dalam kincir angin dan hanya duduk terdiam seperti patung. Kincir angin mulai berputar. Aku hanya menundukkan kepalaku. Jantungku mulai berdegup cepat, wajahku menjadi sangat pucat membayangkan apa yang akan terjadi padaku beberapa saat lagi. Beberapa menit telah berlalu, tidak terjadi apa-apa padaku. Aku mulai memberanikan diri mengangkat kepalaku dan melihat iblis tersebut yang berada di depanku. Dia kembali tersenyum manis sambil melihat pemandangan yang ada di bawah sana. Oh Tuhan! Kenapa tiba-tiba iblis ini terlihat seperti malaikat? Kenapa tiba-tiba dia membuatku terpesona? Rasanya ada sesuatu yang berbeda yang kurasakan di dalam hatiku, rasanya sangat tenang sekali melihatnya tersenyum seperti itu.

***

Setelah kejadian di taman bermain, Satria benar-benar berubah. Dia tidak sekejam seperti sebelumnya. Entah mengapa dia berubah seperti itu. Dia sudah jarang menyiksaku —bukankah seharusnya aku senang? Itu artinya sebentar lagi aku akan terbebas dari segala penyiksaan yang selama ini menimpaku. Namun bimbang menyergap hatiku. Seperti perasaan aneh yang selalu meliputi hatiku semenjak Satria berubah. Entah perasaan aneh apa yang selalu meliputi hatiku ini. Sedih dan kecewa, tetapi bukankah seharusnya perasaan senang?
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah. Berjalan sendiri dengan perasaan yang tak menentu. Aku mulai tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Di tengah langkah kakiku yang begitu lemah, tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tanganku. Aku yang tak sempat melawan terpaksa mengikuti langkah kaki orang yang menarikku. Setelah berhenti di suatu tempat aku mulai memperhatikan wajah orang yang menarikku. Dia tidak sendiri. Ada beberapa orang yang mengikuti kami dari belakang. Mau apa mereka?
Dengan kasarnya orang yang menarik tanganku —Rina— mendorong tubuhku ke tembok. Dia berbicara kasar dan membawa nama Satria. Hei, di sini aku adalah korban dari Satria bukan oknum yang menggoda Satria. Dengan seenaknya mereka menganggap aku seperti itu tanpa tau kenyataaannya. Aku ingin mengatakan kenyataan yang sebenarnya, tapi —sudahlah tak usah kukatakan. Setelah puas mereka pun meninggalkan aku sendirian.
Aku tetap menjadi pelayan Satria sampai saat ini. aku tetap berada di sekitar dia dan teman-temannya untuk melayani mereka. Entah kapan mereka akan puas menyiksaku dan membebaskan aku. Aku menyusuri trotoar dan berhenti di depan zebracross. Jalanan begitu sepi. Tidak ada penyebrang jalan selain aku. Lampu lalu lintas pun menunjukkan warna merah. Akupun melanjutkan langkah kakiku menyebrangi jalanan untuk menuju minimarket yang berada di sebrang. Namun tiba-tiba—

***

Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku berwarna putih. Dimana aku? Ahhh..., aku merasakan sakit di bagian kepalaku. Kenapa aku? aku mengangka tangan kananku untuk memegangi kepalaku yang terasa sakit, tapi tanganku seperti ditahan sesuatu. Aku melirik ke arah tanganku, dan kulihat seseorang sedang tertidur sambil memegagi tanganku. Ku perhatikan dengan jelas wajahnya, dan Astaga aku tak percaya dengan yang kulihat saat ini. apakah aku bermimpi?
Aku mencoba menarik tanganku, tetapi malah membuat orang itu terbangun dari tidurnya. Dia langsung bangun setelah mengetahui aku telah sadar. Dia terlihat gugup. Dia bergegas melangkahkan kakinya. “Satria!” akupun memanggilnya. Langkahnya terhenti.
“Ada apa?” jawabnya ketus tanpa melihat ke arahku.
“Sebenarnya aku kenapa?”
“Ada orang yang berusaha mencelakaimu” Satria pun akhirnya membalikkan tubuhnya dan kembali duduk di dekatku. Dia menceritakan segala kejadian yang telah kualami.
Ruanganpun kembali sunyi setelah Satria selesai menceritakan ceritanya. Tak ada satupun dari kami yang berbicara. Satria pun kembali bangun dari tempat duduknya. Akupun akhirnya mengucapkan pertanyaan yang sedari tadi aku pendam, “Lalu apa yang sedang kau lakukan tadi?”
“Aku hanya tertidur,” jawabnya.
“Sambil memegang tanganku?”
“Ya.”
Jawaban singkatnya membuat aku kesal. “Kenapa kau seenaknya memegang tanganku?”
“Karena aku menyayangimu,” jawabnya lagi tanpa muka datar dan kata-kata yang begitu jujur.
“Hei! Apa kau sedang bercanda dan berusaha mengerjaiku?” aku tertawa renyah. Tapi Satria hanya diam.
“Ya sudah kalau kau tidak percaya. Tidak papa.”
Satriapun kembali melangkahkan kakinya menuju pintu. Dan langkahnya kembali terhenti saat aku kembali berbicara, “Apa arti semua ini? aku sungguh tidak mengerti apapun.”
“Aku menyayangimu sejak aku pertama kali melihatmu. Dan aku melakukan semuanya selama ini hanya ingin tau kenapa aku bisa menyayangimu.”
Aku terdiam. Masih tidak percaya dengan kata-kata yang diucapkan Satria. Mungkin aku hanya berada dalam mimpi. Aku pun mencubit tanganku. Auuu! Sakit. Itu artinya ini kenyataan.
“Hei! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mencubit tanganmu?” Satria terlihat panik.
“Aku hanya ingin tau apakah aku bermimpi atau ini memaang benar-benar kenyataan,” jawabku dengan jujur.

Satria menarik tubuhku dan membawanya dalam dekapannya, “Kau bodoh sekali Nazla! Ini kenyataan! Dan memang seperti itu kenyataannya,” ucapnya sambil memeluk tubuh lemahku. Dan aku mulai percaya bahwa ini memang benar-benar kenyataan yang sesungguhnya. Ini bukanlah mimpi.
0 Responses