Alfiyah Nur Amaliyah
@@@
Ku menatap mentari yang hadir di balik indahnya langit pagi. Menyambut diriku dengan segala keindahan dan senyumannya yang tiada akhir. Selalu tersimpan segala rahasia alam dibalik indahnya langit yang selalu mengawali hari ku ini. Tak pernah terungkap jelas segalanya dan tak ada seorang pun yang tahu segala rahasia yang ada di balik indahnya langit, kecuali sang pencipta. Begitu juga dengan dirinya. Sosok yang tak pernah bisa terungkap, yang kini sedang berdiri menatap langit indah. Entah tatapan apa yang ditunjukan olehnya. Mungkin itu adalah tatapan kebencian dan amarah, atau mungkin itu adalah tatapan kesepian dan kesedihan. Tak pernah terungkap olehku apa yang dia rasakan, walaupun dia telah hidup bersama kami selama sembilan tahun.
Angga Saputra. Teringat olehku sembilan tahun yang lalu ayah membawa seorang anak laki-laki ke rumah kami. Raut wajah ketakutan yang terlukis di wajah anak laki-laki itu, dan luka disekujur tubuhnya membuatku sangat kasihan dan merasa sedih. Kudekati dirinya dan mengajaknya untuk bersalaman, tapi dia hanya diam membisu seperti patung. Tak dianggapnya juluran tangan yang kuberikan padanya, dan dia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ayah bilang anak ini tidak bisa berbicara karena trauma yang dia alami setelah kejadian tragis yang menimpa kedua orang tuanya dan dua orang adiknya. Dia masih sangat kecil tapi harus menjadi sebatang kara tanpa satu orang pun keluarga yang dia miliki. Seluruh anggota keluarganya mati terbunuh oleh perampok yang menyusup ke dalam rumahnya. Hanya dia seorang yang tersisa. Orang tuanya adalah teman baik ayah, sehingga ayah mengambil keputusan untuk mengasuhnya sampai dia dewasa. Aku sangat senang mendengar berita yang ayah ucapkan itu. Akhirnya aku akan memiliki teman baru yang seumuran denganku.
Namaku Mentari Indah. Aku adalah anak ketiga dari tiga bersaudara—dengan kata lain aku adalah putri bungsu di keluarga ini. Saat aku masih kecil ayahku sering bercerita, ketika aku lahir ke dunia ini mentari bersinar dengan begitu cerah dan sangat indah sehingga ayah memberiku nama Mentari Indah. Ayah juga bercerita setelah aku lahir, aku seakan membawa kan cahaya kebahagiaan bagi keluarga ini. Bisnis ayah berjalan sukses dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar, oleh karena itu aku sangat disayang di keluarga ini terutama ayah. Ayah adalah orang yang sangat baik dan sangat disegani, baik dikeluargaku ataupun semua orang yang mengenalnya. Dia adalah pahlawan bagiku, dan aku sangat menyayanginya.
“Angga,” ku panggil Angga dari balik jendela kamarku. Dia menoleh dan hanya menyunggingkan senyumannya kepadaku. Setidaknya sejak kedatangannya itulah kemajuan yang terjadi pada dirinya. Dia sudah bisa tersenyum walau hanya pada diriku. Dia sudah bisa tersenyum pun aku merasa sangat bahagia. Aku selalu mencoba untuk menghilangkan luka yang dia alami, mencoba untuk menghiburnya, mencoba untuk menjadi teman untuk berbagi segala yang dia rasakan, dan mencoba untuk mengembalikannya seperti semula. Aku selalu ingin mendengar suara yang selama ini tidak pernah dikeluarkannya. Aku ingin mendengarkan segala cerita dan rahasia yang selama ini dia simpan sendiri. Aku harap suatu saat nanti dia akan membuka mulutnya dan menceritakan segala perasaan yang selama  ini dia alami, membagi segala kesedihan yang selama ini dia pendam.
Angga pun berlalu dari tempatnya berdiri. Aku yakin dia pasti menuju kamarnya. Dia hanya akan berada dalam kamarnya atau taman belakang jika tidak disuruh untuk melakukan suatu hal oleh mama ataupun kedua kakakku. Angga anak yang sangat baik, aku yakin itu walau dia tidak pernah mengatakan sepatah katapun. Dia selalu melakukan apapun yang dikatakan oleh semua orang yang ada di rumah ini. Dia juga sangat pandai, dia sering membantuku mengerjakan tugas-tugas sekolah ku walau tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Tapi sayang ayah tidak mengizinkannya masuk sekolah karena dia tidak bisa berbicara, jadi dia hanya berada di rumah. Aku yang merasa kasihan melihat nasibnya yang tidak bisa merasakan bangku sekolah membantunya untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang kudapatkan dari sekolah. Ternyata dia begitu cepat menanggapi segala pelajaran sekolah daripada aku.
Di rumah ini dia hanya dekat denganku. Dia tidak pernah mengeluarkan senyumannya pada siapapun kecuali diriku. Mungkin karena selama ini hanya aku yang berusaha mendekati dirinya. Dia selalu mematuhi apa yang aku katakan, dan selalu mengikuti apapun yang aku lakukan. Dia seperti bayangan diriku, tapi aku tidak pernah menganggapnya sebagai bayangan. Karena dia adalah temanku, teman dekatku. Sejak kecil ayah melarangku untuk bermain di luar karena kesehatanku yang kurang baik. Setidaknya ayah tidak menyuruhku untuk melakukan homeschoolling. Itu akan sangat menyebalkan bagiku, hanya berada di sekitar rumah ataupun rumah sakit. Angga adalah satu-satunya temanku. Teman yang selalu ada dalam keadaan apapun. Saat aku dirawat di rumah sakit dia yang akan menemaniku atau sekedar menghiburku dengan lukisan-lukisan yang dia buat. Dia sangat pandai melukis dan aku sangat iri padanya. Aku sama sekali tidak bisa melukis ataupun menggambar. Lukisan-lukisan Angga selalu terlihat hidup, tetapi terkadang lukisannya selalu penuh dengan rahasia dan misteri yang tak pernah terungkap. Aku yakin dia ingin mengatakan sesuatu dibalik lukisan-luksian yang selama ini dia buat.
Kutelusuri kakiku menuju kamar Angga yang terletak di lantai bawah. Kuketuk pintu kamarnya. Tak ada jawaban. Seperti biasa langsung kuputar gagang pintu kamarnya dan membuka pintu kamarnya. Kulihat Angga sedang duduk di depan meja belajar yang ada di kamarnya. Dia sedang melukis suatu lukisan yang sangat indah, dan seperti biasa penuh dengan tanda tanya. Hanya dirinya yang tau apa arti lukisan yang sedang dia lukis. Kupanggil dirinya dan mengajaknya untuk ke taman belakang. Aku akan mengajaknya untuk menyiram tanaman yang ada di taman dan memetik beberapa bunga yang ada di taman. Aku menyukai bunga, terutama bunga mawar yang berwarna merah, aku sangat menyukainya. Aku sangat menyukai warna merah.
Kulirik Angga yang berada di sampingku. Dia mengikuti apa yang aku lakukan. Seperti biasa. Kulihat dia sangat teiliti mencabuti duri-duri yang ada pada batang mawar merah tersebut, dan meletakkannya pada keranjang bunga.

***

Akhir-akhir ini banyak kejadian buruk yang menimpa keluargaku. Entah apa yang menyebabkan semua kejadian buruk yang menimpa keluargaku ini. Dimulai dari kakak pertamaku yang mengalami kecelakaan dan mengalami koma selama satu minggu. Saat ini Kakakku belum pulih sepenuhnya, dia masih membutuhkan istirahat total walaupun sudah dibolehkan pulang ke rumah. Kakinya digips.
Belum lama kakak pertamaku pulang ke rumah, kakak keduaku mengalami gangguan kejiwaan. Menurut dokter kakakku terkena setress sehingga menyebabkan dia mengalami gangguan kejiwaan. Ya, kakakku gagal masuk fakultas kedokteran. Itu adalah impiannya sejak dulu. Dia selalu berusaha dan belajar mati-matian demi meraih impiannya itu. dia termasuk murid yang pandai di sekolahnya. Tetapi, sekarang semua itu tinggallah kenangan. Saat ini kakakku ada di rumah sakit jiwa demi mendapatkan pengobatan yang intens.
Aku sangat sedih dengan keadaan kedua kakakku. Aku tak bisa melakukan apa-apa untuk mereka. Untunglah ada Angga. Dia selalu menghiburku disaat aku sedih. dia selalu berhasil menghilangkan kesedihan yang aku rasakan. Hanya Angga yang bisa melakukan itu.

***

###
Mereka pikir aku ini bodoh? Mereka pikir aku akan diam saja? Dan sekarang mereka rasakan balas dendamku. Aku akan menghancurkan mereka.
Selama ini aku membiarkan mereka bersenang-senang, tetapi sekarang sudah cukup. Waktu mereka untuk bersenang-senang sudah habis. Sekarang waktuku untuk membuat mereka merasakan semua sakit yang aku rasakan.
Aku menjalankan satu-persatu rencana yang telah kususun selama ini. Aku tidak sendirian seperti yang mereka pikir. Aku memiliki orang-orang terpercaya yang siap untuk membantuku menjalankan segala rencanaku. Mereka adalah orang-orang yang setia yang tidak pernah meninggalkanku. Merekalah yang telah mengatur segalanya untukku. Merekalah yang telah menjalankan segala rencanaku dengan begitu cantik dan rapih.
Semua yang aku lakukan tetap saja tak sebanding dengan apa yang dia lakukan. Tetap saja tidak bisa membalas segala rasa sakit yang aku rasakan. Tidak bisa menghilangkan semua dendam yang selama ini aku rasakan. Tapi setidaknya dia merasakan sedikit sakit yang aku rasakan.

***

@@@
Musibah yang menimpa kedua kakakku membuat ayahku begitu sedih dan menjadi lebih protektif terhadapku. Ayah takut kejadian buruk yang menimpa kedua kakakku juga menimpa diriku. Aku juga merasa sedikit takut.
Aku sedang berada di kamar Angga melihat dia mengayunkan kuas-kuasnya dengan begitu cantik. Goresan-goresan mulai tercetak di atas kanvas. Terlihat begitu indah walau sebenarnya sangat sederhana. Angga tiba-tiba menghentikan ayunan tangannya. Dia menghampiriku yang sedang duduk di atas tempat tidurnya. Seakan mengerti apa yang ku rasakan. Dia mengambil secarik kertas yang ada di dalam laci di samping tempat tidurnya dan menuliskan sesuatu di atasnya. Dia pun memberikannya kepadaku.
Kau tidak usah khawatir. Kau akan baik-baik saja. Tidak akan ada hal buruk yang menimpamu. Tidak akan ada yang berani menyakitimu. Karena aku akan mencegahnya. Aku akan melindungimu dari segala hal buruk yang berusaha menyakitimu ataupun yang membuatmu sedih. Aku akan menghancurkan semua yang berusaha menyakitimu ataupun membuatmu sedih. Aku berjanji.
Aku tertegun membaca kata-kata  yang ditulis Angga. Tiba-tiba saja Angga menarik tubuhku dan membawa tubuhku ke dalam pelukannya. Perasaan senang menjalari tubuhku saat Angga membawaku kedalam pelukannya. Dia mengusap rambutku dengan begitu lembut. Aku merasa begitu beruntung memiliki Angga. Aku merasa begitu nyaman di dekatnya. Aku merasa dilindungi olehnya.
Tahun ini adalah tahun terakhirku di SMA. Aku masih memikirkan rencanaku untuk kedepannya. Entah aku akan keluar kota untuk melanjutkan kuliahku atau aku kuliah di kota ini saja. Terlintas di benakku dengan masa depan Angga. Apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Apa dia hanya akan di rumah ini selamanya tanpa melakukan hal lain? Atau ayah punya rencana lain untuknya. Semakin aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kedepannya membuatku semakin takut untuk jauh dan kehilangan Angga. Aku sama sekali tidak ingin kehilangannya. Aku ingin terus bersamanya. Aku sangat merasa nyaman selalu berada di sampingnya.
Aku bangun dari tempat tidurku, melangkahkan kakiku menuju sebuah ruangan. Kubuka gagang pintu tersebut dan terlihatlah seorang lelaki paruh baya yang sedang sibuk dengan laptopnya. Aku menghampirinya. Diapun mengangkat wajahnya yang sedari tadi selalu menatap laptop yang ada di hadapannya. “Ayah.”
Ya, dia adalah ayahku. Orang yang sangat aku sayangi dan begitu menyayangiku. Tulang punggung keluargaku. Pelindung keluargaku. Orang yang begitu berarti bagi kami semua. Segalanya dia lakukan untuk kami, terutama aku. Segalanya dia lakukan untukku. Segalanya dia korbankan untukku. Aku tidak seperti anak-anak lainnya yang memiliki kesehatan yang bagus. Aku adalah anak penyakitan. Tapi ayah begitu menyayangiku. Segala yang aku inginkan akan menjadi kenyataan karenanya.
“Ayah.” Aku menghampirinya dan memeluknya dari belakang.
“Sayangku. Ada apa?”
“Tidak papa. Aku hanya merindukan ayah.”
Ayah bangkit dari tempat duduknya dan membalas pelukanku. “Katakanlah. Ada apa? Pasti ada sesuatu.”
Aku terdiam sesaat. Memikirkan hal-hal yang mengganjal dalam fikiranku, “Sebentar lagi aku dan Angga akan dewasa. Aku akan masuk universitas. Lalu bagaimana dengan Angga?”
“Tidak usah kau fikirkan itu semua. Ayah sudah punya rencana untuknya. Fikirkanlah masa depanmu. Pilihlah universitas bagus mana saja yang kau suka.”
“Baiklah yah.”
“Kembalilah ke kamarmu, ayah masih harus menyelesaikan pekerjaan ayah,” ayah mencium keningku. Aku pun pergi meninggalkannya. Tapi ayah mengatakan sesuatu sebelum aku keluar dari ruang kerjanya yang membuatku bertanya-tanya. ‘Mentari, ayah rasa kau jangan terlalu dekat dengan Angga’. Apa maksud dari ucapan ayah?

***

Hari-hariku berjalan seperti biasa. Tak ada hal buruk yang menimpaku. Aku rasa itu semua karena Angga. Ya, aku begitu merasa tenang karena ucapan Angga —oke, mungkin lebih tepatnya tulisan yang dia tulis—. Saat ini Angga adalah pelindungku. Saat aku tidak melihatnya aku tidak akan merasa tenang, aku akan begitu gelisah. Dan semua itu tidak akan berakhir sebelum aku melihat senyuman di wajahnya.
Aku telah memutuskan pilihanku. Aku akan masuk universitas yang ada di kota ini. Aku tidak ingin jauh dari keluargaku, terutama aku tidak ingin jauh dari pelindungku —Angga—. Aku benar-benar tidak bisa lagi jauh darinya. Dia begitu berarti bagi hidupku.Ya dia sudah menjadi segalanya bagiku. Walau aku tidak tau apa artiku baginya.
Aku sudah mempersiapkan daftar universitas yang akan kupilih untuk memberikannya kepada ayah. Semua universitas yang kupilih tidak jauh dari rumah, jadi aku tidak perlu mencari tempat kost. Dengan riang kulangkahkan kakiku ke arah ruang kerja ayah. Sesampainya di sana ayah menyambutku seperti biasa. Dia memberikanku sebuah map.
“Ayah sudah mengatur semuanya. Kau tinggal masuk saja dan belajar di sana dengan baik,” ayah tersenyum kepadaku.
Aku kecewa. Ayah telah memilihkan universitas untukku. Dan itu berada di luar kota. Aku berusaha menolak halus keinginan ayah, “Tapi yah... Mmm... Bagaimana dengan kontrol rutinku?” aku mencoba mencari alasan untuk mengubah fikiran ayah.
“Tenang sayang. Ayah telah mengatur semuanya. Mulai dari tempat tinggal, supir, dan rumah sakit untuk kontrol rutin.”
Sepertinya sudah tidak ada pilihan lain selain menuruti keinginan ayah. Aku tidak mungkin menolak keinginan ayah. Aku benar-benar akan berpisah dengan Angga. Lalu bagaimana dengan masa depan Angga selanjutnya? Pertanyaan itu selalu terngiang setiap harinya tanpa henti. Apakah aku bisa selalu bersama Angga walaupun aku akan kuliah di luar kota. Aku sungguh tak tau harus melakukan apa-apa. Aku benar-benar tak ingin jauh darinya.
Setelah keluar dari ruang kerja ayah, aku melangkahkan kakiku ke kamar Angga. Dan seperti biasa disetiap aku mencarinya dia pasti sedang bermain-main dengan kuas, cat air, dan kanvasnya. Aku langsung duduk di tempat tidurnya. Aku tidak ingin mengganggu dunianya. Aku merasa sedikit lelah dan mengantuk. Akupun memilih untuk berbaring di tempat tidur Angga. Aku memejamkan mataku untuk menghilangkan rasa lelah dan mengantuk yang aku rasakan.
Aku terbangun dari tidurku saat merasakan ada sebuah tangan yang mengusap lembut rambutku. Aku tak ingin membuka mataku. Aku ingin tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebuah kecupan mendarat di keningku. Aku merasa senang, tetapi berbagai pertanyaanpun berputar di dalam otakku. Apa sebenarnya yang Angga rasakan terhadapku? Apa sebenarnya arti ini semua? Apa Angga merasakan apa yang aku juga rasakan? Aku merasakan tubuh Angga ikut berbaring di tempat tidur ini. Dia terus mengusap lembut rambutku. Aku terbuai, dan kembali kedalam tidurku.

***

###
Hampir saja aku ingin berhenti sampai di sini untuk membalaskan dendamku. Aku rasa kau sudah cukup mendapatkannya setelah dua orang anakmu menjadi sasaran rencanaku. Tapi kau telah merubah fikiranku. Kau merusak pengampunanku. Kau membuatku marah. Aku tak akan pernah memberikanmu pengampunan atau kesempatan lagi. Kau telah berusaha memisahkan aku dengannya. Dengan orang yang begitu aku sayang dan aku cinta. Dengan orang yang telah memberikanku semangat. Dengan orang yang menjadi alasanku untuk mencoba memaafkanmu.
Tapi sepertinya kesempatan itu kau sia-siakan begitu saja. Aku tidak akan memberikanmu kesempatan lagi. Aku tidak akan pernah membiarkanmu memisahkan aku dari orang yang sangat berarti bagiku. Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Dia adalah milikku dan tak akan pernah ada orang yang bisa memisahkan aku darinya.
Aku tidak boleh membuang-buang waktuku. Aku sudah terpisah jauh dari orang yang begitu berarti bagiku dan itu membuatku sangat tersiksa. Walaupun itu barulah beberapa hari. Aku akan mengembalikannya ke sini. Kedalam pelukanku. Dan kau tidak akan pernah lagi bisa memisahkan aku dengannya. Tidak akan bisa.
Kau pikir aku tidak tau kejadian sembilan tahun lalu yang menimpa keluargaku. Kaulah yang membunuh semua keluargaku. Kaulah dalang dari semuanya. Kau juga yang telah menyebabkan aku tidak bisa berbicara untuk beberapa waktu lamanya. Tapi tanpa kau ketahui aku telah mendapatkan suaraku. Orang-orang setia ayahku telah membantuku. Mereka yang telah menjalankan segala rencana yang telah aku atur. Mereka yang telah membantu aku sedikit demi sedikit mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku. Harta ayahku. Kau pikir bisa dengan mudah menguasainya? Kau salah! Kau salah besar! Selama aku masih ada di dunia ini kau tidak akan pernah mendapatkannya! Itu adalah milikku. Dan kau tak berhak menyentuhnya. Itu bukan milikmu! Dan hanya karena itu kau membunuh semua keluargaku. Kau membuat aku menjadi sebatang kara tanpa satu orangpun. Membiarkan aku hidup hanya untuk mengambil seluruh hartaku sepenuhnya dan kemudian membunuhku. Itu tak akan pernah terjadi! Karena aku tak sebodoh yang kau fikirkan.
Besok aku akan menjalankan rencanaku. Aku tidak ingin menunda-nunda waktu yang ada. Aku tak ingin lebih lama jauh dari satu-satunya orang yang menjadi alasanku untuk tetap hidup sampai saat ini. Waktumu sudah habis.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ini sudah waktunya. Dan sesuai dengan rencana. Dia masih ada di kantornya sibuk mengerjakan pekerjaannya. Nikmatilah. Karena itu akan menjadi pekerjaan terakhir yang kau lakukan.
Segalanya telah siap untuk menjalankan rencana yang selama ini ku tunggu-tunggu. Lampu pun padam. Dia pun mulai berteriak-teriak mencari bantuan. Dan saat lampu kembali menyala, aku melihat dengan jelas di depan wajahku raut wajahnya yang terkejut. Aku tersenyum di hadapannya. Senyuman paling manis yang pernah aku miliki. Kemudian aku pun mengangkat pistol yang ku pegang sejak tadi, dan memberikannya seringaian kejam. Dia terlihat takut.
“Kau. Apa yang sedang kau lakukan? Mau apa kau dengan pistol itu?”
“Aku? Aku hanya ingin bermain-main.”
“Kau sudah bisa bicara?” kulihat raut wajah terkejut dan takut di wajahnya.
“Ya. kenapa? Kau terkejut?”
“Apa maumu?”
“Mauku? Aku ingin membalaskan dendamku. Dendam atas kematian keluargaku!”
“A... apa yang kau bicarakan?”
“Tak usah berpura-pura bodoh! Kau pikir aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi?! Jangan kau pikir aku bodoh! Aku tau semuanya!”
“A... aku tak mengerti apa yang kau katakan.”
“Kau yang telah merencanakan pembunuhan keluargaku sembilan tahun yang lalu. Kau yang telah membuatku menjadi sebatangkara. Kau yang telah tega membunuh kedua orang tuaku dan adik-adikku demi harta keluargaku.”
Dia berlari dari tempatnya. Berusaha melarikan diri dariku. Tapi itu semua percuma. Dua orang anak buahku sudah siap di depan pintu dan menghadangnya. Aku berjalan mendekatinya. Wajahnya penuh dengan ketakutan. Keringat dingin mengalir dari keningnya.
“Mau lari kemana kau? Kau tak akan bisa melarikan diri lagi dariku. Waktumu sudah habis. Tidak akan ada lagi kesempatan untukmu. Kau telah menghancurkan kesempatan yang telah kuberikan dengan menjauhkanku dari orang yang sangat penting bagiku.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tau apa maksud perkataanku. Kau tau siapa yang aku maksud. Dan sekarang sudah saatnya kau menemui ajalmu--”

***

@@@
Aku sungguh tak percaya apa yang telah terjadi pada ayahku. Dia telah meninggalkan kami semua. Aku masih tak percaya ayahku mati karena bunuh diri. Tidak mungkin dia tega meninggalkan aku dengan cara seperti itu. hatiku sungguh hancur melihat pemakaman ayah. Air mataku sungguh tak bisa berhenti mengalir. Bagaimana nasib keluargaku nanti. Bagaimana nasibku, mama, dan kedua kakakku tanpa ayahku. Aku benar-benar tidak percaya ini semua terjadi kepada keluargaku.
Kurasakan sebuah tangan melingkar di pundakku. Seakan-akan memberikan sebuah kekuatan kepadaku. Kutolehkan kepalaku melihat siapa orang yang telah merangkulku. Angga. Dia tersenyum kepadaku, memberikanku kekuatan.
“Ka... kau pasti kuat Mentari.”
Aku terkejut mendengar suara itu. Angga sudah bisa berbicara. Apa aku tidak salah mendengarnya. “Apa baru saja kau bicara padaku?”
“Hmm...” dia kembali memberikan senyum termanisnya kepadaku.
Aku memeluknya. Sungguh aku masih tak percaya dia benar-benar sudah bisa berbicara. Selama sembilan tahun aku ingin sekali mendengar suaranya, dan saat ini aku telah mendengar suaranya.
“Kau tidak perlu khawatir. Aku akan melindungimu. Aku akan melindungi keluargamu.”
Angga memelukku. Dia benar-benar telah membuat hatiku merasa tenang. Kini tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan tanpa ayahku. Angga ada di sini. Angga akan melindungiku. Dia akan melindungi keluargaku. Aku sungguh-sungguh sangat senang.

***

###

Aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku sudah membalaskan dendamku selama ini. sudah tak ada lagi yang bisa menghalangiku memilikinya. Tak ada lagi yang bisa memisahkan aku dengannya. Tak ada yang bisa. Karena aku akan menghancurkan siapapun yang berusaha memisahkan aku dengannya. Aku tidak akan memaafkan orang-orang yang berusaha menyakitinya.
0 Responses