@@@
Ku menatap mentari yang hadir di
balik indahnya langit pagi. Menyambut diriku dengan segala keindahan dan
senyumannya yang tiada akhir. Selalu tersimpan segala rahasia alam dibalik
indahnya langit yang selalu mengawali hari ku ini. Tak pernah terungkap jelas
segalanya dan tak ada seorang pun yang tahu segala rahasia yang ada di balik
indahnya langit, kecuali sang pencipta. Begitu juga dengan dirinya. Sosok yang
tak pernah bisa terungkap, yang kini sedang berdiri menatap langit indah. Entah
tatapan apa yang ditunjukan olehnya. Mungkin itu adalah tatapan kebencian dan
amarah, atau mungkin itu adalah tatapan kesepian dan kesedihan. Tak pernah
terungkap olehku apa yang dia rasakan, walaupun dia telah hidup bersama kami
selama sembilan tahun.
Angga Saputra. Teringat olehku
sembilan tahun yang lalu ayah membawa seorang anak laki-laki ke rumah kami.
Raut wajah ketakutan yang terlukis di wajah anak laki-laki itu, dan luka
disekujur tubuhnya membuatku sangat kasihan dan merasa sedih. Kudekati dirinya
dan mengajaknya untuk bersalaman, tapi dia hanya diam membisu seperti patung.
Tak dianggapnya juluran tangan yang kuberikan padanya, dan dia sama sekali
tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ayah bilang anak ini tidak bisa berbicara
karena trauma yang dia alami setelah kejadian tragis yang menimpa kedua orang
tuanya dan dua orang adiknya. Dia masih sangat kecil tapi harus menjadi
sebatang kara tanpa satu orang pun keluarga yang dia miliki. Seluruh anggota
keluarganya mati terbunuh oleh perampok yang menyusup ke dalam rumahnya. Hanya
dia seorang yang tersisa. Orang tuanya adalah teman baik ayah, sehingga ayah
mengambil keputusan untuk mengasuhnya sampai dia dewasa. Aku sangat senang
mendengar berita yang ayah ucapkan itu. Akhirnya aku akan memiliki teman baru
yang seumuran denganku.
Namaku Mentari Indah. Aku adalah anak
ketiga dari tiga bersaudara—dengan kata lain aku adalah putri bungsu di
keluarga ini. Saat aku masih kecil ayahku sering bercerita, ketika aku lahir ke
dunia ini mentari bersinar dengan begitu cerah dan sangat indah sehingga ayah
memberiku nama Mentari Indah. Ayah juga bercerita setelah aku lahir, aku seakan
membawa kan cahaya kebahagiaan bagi keluarga ini. Bisnis ayah berjalan sukses
dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar, oleh karena itu aku sangat
disayang di keluarga ini terutama ayah. Ayah adalah orang yang sangat baik dan
sangat disegani, baik dikeluargaku ataupun semua orang yang mengenalnya. Dia
adalah pahlawan bagiku, dan aku sangat menyayanginya.
“Angga,” ku panggil Angga dari
balik jendela kamarku. Dia menoleh dan hanya menyunggingkan senyumannya
kepadaku. Setidaknya sejak kedatangannya itulah kemajuan yang terjadi pada
dirinya. Dia sudah bisa tersenyum walau hanya pada diriku. Dia sudah bisa
tersenyum pun aku merasa sangat bahagia. Aku selalu mencoba untuk menghilangkan
luka yang dia alami, mencoba untuk menghiburnya, mencoba untuk menjadi teman
untuk berbagi segala yang dia rasakan, dan mencoba untuk mengembalikannya
seperti semula. Aku selalu ingin mendengar suara yang selama ini tidak pernah
dikeluarkannya. Aku ingin mendengarkan segala cerita dan rahasia yang selama
ini dia simpan sendiri. Aku harap suatu saat nanti dia akan membuka mulutnya
dan menceritakan segala perasaan yang selama
ini dia alami, membagi segala kesedihan yang selama ini dia pendam.
Angga pun berlalu dari tempatnya
berdiri. Aku yakin dia pasti menuju kamarnya. Dia hanya akan berada dalam
kamarnya atau taman belakang jika tidak disuruh untuk melakukan suatu hal oleh
mama ataupun kedua kakakku. Angga anak yang sangat baik, aku yakin itu walau
dia tidak pernah mengatakan sepatah katapun. Dia selalu melakukan apapun yang
dikatakan oleh semua orang yang ada di rumah ini. Dia juga sangat pandai, dia
sering membantuku mengerjakan tugas-tugas sekolah ku walau tanpa mengeluarkan
sepatah katapun. Tapi sayang ayah tidak mengizinkannya masuk sekolah karena dia
tidak bisa berbicara, jadi dia hanya berada di rumah. Aku yang merasa kasihan
melihat nasibnya yang tidak bisa merasakan bangku sekolah membantunya untuk
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang kudapatkan dari sekolah. Ternyata
dia begitu cepat menanggapi segala pelajaran sekolah daripada aku.
Di rumah ini dia hanya dekat
denganku. Dia tidak pernah mengeluarkan senyumannya pada siapapun kecuali
diriku. Mungkin karena selama ini hanya aku yang berusaha mendekati dirinya.
Dia selalu mematuhi apa yang aku katakan, dan selalu mengikuti apapun yang aku
lakukan. Dia seperti bayangan diriku, tapi aku tidak pernah menganggapnya
sebagai bayangan. Karena dia adalah temanku, teman dekatku. Sejak kecil ayah
melarangku untuk bermain di luar karena kesehatanku yang kurang baik.
Setidaknya ayah tidak menyuruhku untuk melakukan homeschoolling. Itu akan sangat menyebalkan bagiku, hanya berada di
sekitar rumah ataupun rumah sakit. Angga adalah satu-satunya temanku. Teman
yang selalu ada dalam keadaan apapun. Saat aku dirawat di rumah sakit dia yang
akan menemaniku atau sekedar menghiburku dengan lukisan-lukisan yang dia buat.
Dia sangat pandai melukis dan aku sangat iri padanya. Aku sama sekali tidak
bisa melukis ataupun menggambar. Lukisan-lukisan Angga selalu terlihat hidup,
tetapi terkadang lukisannya selalu penuh dengan rahasia dan misteri yang tak
pernah terungkap. Aku yakin dia ingin mengatakan sesuatu dibalik lukisan-luksian
yang selama ini dia buat.
Kutelusuri kakiku menuju kamar
Angga yang terletak di lantai bawah. Kuketuk pintu kamarnya. Tak ada jawaban.
Seperti biasa langsung kuputar gagang pintu kamarnya dan membuka pintu
kamarnya. Kulihat Angga sedang duduk di depan meja belajar yang ada di
kamarnya. Dia sedang melukis suatu lukisan yang sangat indah, dan seperti biasa
penuh dengan tanda tanya. Hanya dirinya yang tau apa arti lukisan yang sedang
dia lukis. Kupanggil dirinya dan mengajaknya untuk ke taman belakang. Aku akan
mengajaknya untuk menyiram tanaman yang ada di taman dan memetik beberapa bunga
yang ada di taman. Aku menyukai bunga, terutama bunga mawar yang berwarna
merah, aku sangat menyukainya. Aku sangat menyukai warna merah.
Kulirik Angga yang berada di
sampingku. Dia mengikuti apa yang aku lakukan. Seperti biasa. Kulihat dia sangat
teiliti mencabuti duri-duri yang ada pada batang mawar merah tersebut, dan
meletakkannya pada keranjang bunga.
***
Akhir-akhir ini banyak kejadian
buruk yang menimpa keluargaku. Entah apa yang menyebabkan semua kejadian buruk
yang menimpa keluargaku ini. Dimulai dari kakak pertamaku yang mengalami
kecelakaan dan mengalami koma selama satu minggu. Saat ini Kakakku belum pulih
sepenuhnya, dia masih membutuhkan istirahat total walaupun sudah dibolehkan
pulang ke rumah. Kakinya digips.
Belum lama kakak pertamaku pulang
ke rumah, kakak keduaku mengalami gangguan kejiwaan. Menurut dokter kakakku
terkena setress sehingga menyebabkan
dia mengalami gangguan kejiwaan. Ya, kakakku gagal masuk fakultas kedokteran.
Itu adalah impiannya sejak dulu. Dia selalu berusaha dan belajar mati-matian
demi meraih impiannya itu. dia termasuk murid yang pandai di sekolahnya.
Tetapi, sekarang semua itu tinggallah kenangan. Saat ini kakakku ada di rumah
sakit jiwa demi mendapatkan pengobatan yang intens.
Aku sangat sedih dengan keadaan
kedua kakakku. Aku tak bisa melakukan apa-apa untuk mereka. Untunglah ada
Angga. Dia selalu menghiburku disaat aku sedih. dia selalu berhasil
menghilangkan kesedihan yang aku rasakan. Hanya Angga yang bisa melakukan itu.
***
###
Mereka pikir aku ini bodoh? Mereka
pikir aku akan diam saja? Dan sekarang mereka rasakan balas dendamku. Aku akan
menghancurkan mereka.
Selama ini aku membiarkan mereka
bersenang-senang, tetapi sekarang sudah cukup. Waktu mereka untuk
bersenang-senang sudah habis. Sekarang waktuku untuk membuat mereka merasakan
semua sakit yang aku rasakan.
Aku menjalankan satu-persatu rencana
yang telah kususun selama ini. Aku tidak sendirian seperti yang mereka pikir.
Aku memiliki orang-orang terpercaya yang siap untuk membantuku menjalankan
segala rencanaku. Mereka adalah orang-orang yang setia yang tidak pernah
meninggalkanku. Merekalah yang telah mengatur segalanya untukku. Merekalah yang
telah menjalankan segala rencanaku dengan begitu cantik dan rapih.
Semua yang aku lakukan tetap saja
tak sebanding dengan apa yang dia lakukan. Tetap saja tidak bisa membalas
segala rasa sakit yang aku rasakan. Tidak bisa menghilangkan semua dendam yang
selama ini aku rasakan. Tapi setidaknya dia merasakan sedikit sakit yang aku
rasakan.
***
@@@
Musibah yang menimpa kedua kakakku
membuat ayahku begitu sedih dan menjadi lebih protektif terhadapku. Ayah takut
kejadian buruk yang menimpa kedua kakakku juga menimpa diriku. Aku juga merasa
sedikit takut.
Aku sedang berada di kamar Angga
melihat dia mengayunkan kuas-kuasnya dengan begitu cantik. Goresan-goresan
mulai tercetak di atas kanvas. Terlihat begitu indah walau sebenarnya sangat
sederhana. Angga tiba-tiba menghentikan ayunan tangannya. Dia menghampiriku
yang sedang duduk di atas tempat tidurnya. Seakan mengerti apa yang ku rasakan.
Dia mengambil secarik kertas yang ada di dalam laci di samping tempat tidurnya
dan menuliskan sesuatu di atasnya. Dia pun memberikannya kepadaku.
Kau
tidak usah khawatir. Kau akan baik-baik saja. Tidak akan ada hal buruk yang
menimpamu. Tidak akan ada yang berani menyakitimu. Karena aku akan mencegahnya.
Aku akan melindungimu dari segala hal buruk yang berusaha menyakitimu ataupun
yang membuatmu sedih. Aku akan menghancurkan semua yang berusaha menyakitimu
ataupun membuatmu sedih. Aku berjanji.
Aku tertegun membaca kata-kata yang ditulis Angga. Tiba-tiba saja Angga
menarik tubuhku dan membawa tubuhku ke dalam pelukannya. Perasaan senang
menjalari tubuhku saat Angga membawaku kedalam pelukannya. Dia mengusap
rambutku dengan begitu lembut. Aku merasa begitu beruntung memiliki Angga. Aku
merasa begitu nyaman di dekatnya. Aku merasa dilindungi olehnya.
Tahun ini adalah tahun terakhirku
di SMA. Aku masih memikirkan rencanaku untuk kedepannya. Entah aku akan keluar
kota untuk melanjutkan kuliahku atau aku kuliah di kota ini saja. Terlintas di
benakku dengan masa depan Angga. Apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Apa dia
hanya akan di rumah ini selamanya tanpa melakukan hal lain? Atau ayah punya
rencana lain untuknya. Semakin aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi kedepannya membuatku semakin takut untuk jauh dan kehilangan Angga. Aku
sama sekali tidak ingin kehilangannya. Aku ingin terus bersamanya. Aku sangat
merasa nyaman selalu berada di sampingnya.
Aku bangun dari tempat tidurku, melangkahkan
kakiku menuju sebuah ruangan. Kubuka gagang pintu tersebut dan terlihatlah
seorang lelaki paruh baya yang sedang sibuk dengan laptopnya. Aku
menghampirinya. Diapun mengangkat wajahnya yang sedari tadi selalu menatap
laptop yang ada di hadapannya. “Ayah.”
Ya, dia adalah ayahku. Orang yang
sangat aku sayangi dan begitu menyayangiku. Tulang punggung keluargaku.
Pelindung keluargaku. Orang yang begitu berarti bagi kami semua. Segalanya dia
lakukan untuk kami, terutama aku. Segalanya dia lakukan untukku. Segalanya dia
korbankan untukku. Aku tidak seperti anak-anak lainnya yang memiliki kesehatan
yang bagus. Aku adalah anak penyakitan. Tapi ayah begitu menyayangiku. Segala
yang aku inginkan akan menjadi kenyataan karenanya.
“Ayah.” Aku menghampirinya dan
memeluknya dari belakang.
“Sayangku. Ada apa?”
“Tidak papa. Aku hanya merindukan
ayah.”
Ayah bangkit dari tempat duduknya
dan membalas pelukanku. “Katakanlah. Ada apa? Pasti ada sesuatu.”
Aku terdiam sesaat. Memikirkan
hal-hal yang mengganjal dalam fikiranku, “Sebentar lagi aku dan Angga akan
dewasa. Aku akan masuk universitas. Lalu bagaimana dengan Angga?”
“Tidak usah kau fikirkan itu semua.
Ayah sudah punya rencana untuknya. Fikirkanlah masa depanmu. Pilihlah
universitas bagus mana saja yang kau suka.”
“Baiklah yah.”
“Kembalilah ke kamarmu, ayah masih
harus menyelesaikan pekerjaan ayah,” ayah mencium keningku. Aku pun pergi
meninggalkannya. Tapi ayah mengatakan sesuatu sebelum aku keluar dari ruang
kerjanya yang membuatku bertanya-tanya. ‘Mentari, ayah rasa kau jangan terlalu
dekat dengan Angga’. Apa maksud dari
ucapan ayah?
***
Hari-hariku berjalan seperti biasa.
Tak ada hal buruk yang menimpaku. Aku rasa itu semua karena Angga. Ya, aku
begitu merasa tenang karena ucapan Angga —oke, mungkin lebih tepatnya tulisan
yang dia tulis—. Saat ini Angga adalah pelindungku. Saat aku tidak melihatnya
aku tidak akan merasa tenang, aku akan begitu gelisah. Dan semua itu tidak akan
berakhir sebelum aku melihat senyuman di wajahnya.
Aku telah memutuskan pilihanku. Aku
akan masuk universitas yang ada di kota ini. Aku tidak ingin jauh dari
keluargaku, terutama aku tidak ingin jauh dari pelindungku —Angga—. Aku
benar-benar tidak bisa lagi jauh darinya. Dia begitu berarti bagi hidupku.Ya
dia sudah menjadi segalanya bagiku. Walau aku tidak tau apa artiku baginya.
Aku sudah mempersiapkan daftar
universitas yang akan kupilih untuk memberikannya kepada ayah. Semua
universitas yang kupilih tidak jauh dari rumah, jadi aku tidak perlu mencari
tempat kost. Dengan riang kulangkahkan kakiku ke arah ruang kerja ayah.
Sesampainya di sana ayah menyambutku seperti biasa. Dia memberikanku sebuah
map.
“Ayah sudah mengatur semuanya. Kau
tinggal masuk saja dan belajar di sana dengan baik,” ayah tersenyum kepadaku.
Aku kecewa. Ayah telah memilihkan
universitas untukku. Dan itu berada di luar kota. Aku berusaha menolak halus
keinginan ayah, “Tapi yah... Mmm... Bagaimana dengan kontrol rutinku?” aku
mencoba mencari alasan untuk mengubah fikiran ayah.
“Tenang sayang. Ayah telah mengatur
semuanya. Mulai dari tempat tinggal, supir, dan rumah sakit untuk kontrol
rutin.”
Sepertinya sudah tidak ada pilihan
lain selain menuruti keinginan ayah. Aku tidak mungkin menolak keinginan ayah.
Aku benar-benar akan berpisah dengan Angga. Lalu bagaimana dengan masa depan
Angga selanjutnya? Pertanyaan itu selalu terngiang setiap harinya tanpa henti.
Apakah aku bisa selalu bersama Angga walaupun aku akan kuliah di luar kota. Aku
sungguh tak tau harus melakukan apa-apa. Aku benar-benar tak ingin jauh darinya.
Setelah keluar dari ruang kerja
ayah, aku melangkahkan kakiku ke kamar Angga. Dan seperti biasa disetiap aku
mencarinya dia pasti sedang bermain-main dengan kuas, cat air, dan kanvasnya.
Aku langsung duduk di tempat tidurnya. Aku tidak ingin mengganggu dunianya. Aku
merasa sedikit lelah dan mengantuk. Akupun memilih untuk berbaring di tempat
tidur Angga. Aku memejamkan mataku untuk menghilangkan rasa lelah dan mengantuk
yang aku rasakan.
Aku terbangun dari tidurku saat
merasakan ada sebuah tangan yang mengusap lembut rambutku. Aku tak ingin
membuka mataku. Aku ingin tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebuah kecupan
mendarat di keningku. Aku merasa senang, tetapi berbagai pertanyaanpun berputar
di dalam otakku. Apa sebenarnya yang Angga rasakan terhadapku? Apa sebenarnya
arti ini semua? Apa Angga merasakan apa yang aku juga rasakan? Aku merasakan
tubuh Angga ikut berbaring di tempat tidur ini. Dia terus mengusap lembut
rambutku. Aku terbuai, dan kembali kedalam tidurku.
***
###
Hampir saja aku ingin berhenti
sampai di sini untuk membalaskan dendamku. Aku rasa kau sudah cukup
mendapatkannya setelah dua orang anakmu menjadi sasaran rencanaku. Tapi kau
telah merubah fikiranku. Kau merusak pengampunanku. Kau membuatku marah. Aku
tak akan pernah memberikanmu pengampunan atau kesempatan lagi. Kau telah
berusaha memisahkan aku dengannya. Dengan orang yang begitu aku sayang dan aku
cinta. Dengan orang yang telah memberikanku semangat. Dengan orang yang menjadi
alasanku untuk mencoba memaafkanmu.
Tapi sepertinya kesempatan itu kau
sia-siakan begitu saja. Aku tidak akan memberikanmu kesempatan lagi. Aku tidak
akan pernah membiarkanmu memisahkan aku dari orang yang sangat berarti bagiku.
Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Dia adalah milikku dan tak akan
pernah ada orang yang bisa memisahkan aku darinya.
Aku tidak boleh membuang-buang
waktuku. Aku sudah terpisah jauh dari orang yang begitu berarti bagiku dan itu
membuatku sangat tersiksa. Walaupun itu barulah beberapa hari. Aku akan
mengembalikannya ke sini. Kedalam pelukanku. Dan kau tidak akan pernah lagi
bisa memisahkan aku dengannya. Tidak akan bisa.
Kau pikir aku tidak tau kejadian
sembilan tahun lalu yang menimpa keluargaku. Kaulah yang membunuh semua
keluargaku. Kaulah dalang dari semuanya. Kau juga yang telah menyebabkan aku
tidak bisa berbicara untuk beberapa waktu lamanya. Tapi tanpa kau ketahui aku
telah mendapatkan suaraku. Orang-orang setia ayahku telah membantuku. Mereka
yang telah menjalankan segala rencana yang telah aku atur. Mereka yang telah
membantu aku sedikit demi sedikit mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi
milikku. Harta ayahku. Kau pikir bisa dengan mudah menguasainya? Kau salah! Kau
salah besar! Selama aku masih ada di dunia ini kau tidak akan pernah
mendapatkannya! Itu adalah milikku. Dan kau tak berhak menyentuhnya. Itu bukan
milikmu! Dan hanya karena itu kau membunuh semua keluargaku. Kau membuat aku
menjadi sebatang kara tanpa satu orangpun. Membiarkan aku hidup hanya untuk
mengambil seluruh hartaku sepenuhnya dan kemudian membunuhku. Itu tak akan
pernah terjadi! Karena aku tak sebodoh
yang kau fikirkan.
Besok aku akan menjalankan
rencanaku. Aku tidak ingin menunda-nunda waktu yang ada. Aku tak ingin lebih
lama jauh dari satu-satunya orang yang menjadi alasanku untuk tetap hidup
sampai saat ini. Waktumu sudah habis.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan
malam. Ini sudah waktunya. Dan sesuai dengan rencana. Dia masih ada di
kantornya sibuk mengerjakan pekerjaannya. Nikmatilah. Karena itu akan menjadi
pekerjaan terakhir yang kau lakukan.
Segalanya telah siap untuk
menjalankan rencana yang selama ini ku tunggu-tunggu. Lampu pun padam. Dia pun
mulai berteriak-teriak mencari bantuan. Dan saat lampu kembali menyala, aku
melihat dengan jelas di depan wajahku raut wajahnya yang terkejut. Aku
tersenyum di hadapannya. Senyuman paling manis yang pernah aku miliki. Kemudian
aku pun mengangkat pistol yang ku pegang sejak tadi, dan memberikannya
seringaian kejam. Dia terlihat takut.
“Kau. Apa yang sedang kau lakukan?
Mau apa kau dengan pistol itu?”
“Aku? Aku hanya ingin bermain-main.”
“Kau sudah bisa bicara?” kulihat
raut wajah terkejut dan takut di wajahnya.
“Ya. kenapa? Kau terkejut?”
“Apa maumu?”
“Mauku? Aku ingin membalaskan
dendamku. Dendam atas kematian keluargaku!”
“A... apa yang kau bicarakan?”
“Tak usah berpura-pura bodoh! Kau
pikir aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi?! Jangan kau pikir aku bodoh!
Aku tau semuanya!”
“A... aku tak mengerti apa yang kau
katakan.”
“Kau yang telah merencanakan
pembunuhan keluargaku sembilan tahun yang lalu. Kau yang telah membuatku menjadi
sebatangkara. Kau yang telah tega membunuh kedua orang tuaku dan adik-adikku
demi harta keluargaku.”
Dia berlari dari tempatnya.
Berusaha melarikan diri dariku. Tapi itu semua percuma. Dua orang anak buahku
sudah siap di depan pintu dan menghadangnya. Aku berjalan mendekatinya.
Wajahnya penuh dengan ketakutan. Keringat dingin mengalir dari keningnya.
“Mau lari kemana kau? Kau tak akan
bisa melarikan diri lagi dariku. Waktumu sudah habis. Tidak akan ada lagi
kesempatan untukmu. Kau telah menghancurkan kesempatan yang telah kuberikan
dengan menjauhkanku dari orang yang sangat penting bagiku.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tau apa maksud perkataanku.
Kau tau siapa yang aku maksud. Dan sekarang sudah saatnya kau menemui ajalmu--”
***
@@@
Aku sungguh tak percaya apa yang
telah terjadi pada ayahku. Dia telah meninggalkan kami semua. Aku masih tak
percaya ayahku mati karena bunuh diri. Tidak mungkin dia tega meninggalkan aku
dengan cara seperti itu. hatiku sungguh hancur melihat pemakaman ayah. Air mataku
sungguh tak bisa berhenti mengalir. Bagaimana nasib keluargaku nanti. Bagaimana
nasibku, mama, dan kedua kakakku tanpa ayahku. Aku benar-benar tidak percaya
ini semua terjadi kepada keluargaku.
Kurasakan sebuah tangan melingkar
di pundakku. Seakan-akan memberikan sebuah kekuatan kepadaku. Kutolehkan kepalaku
melihat siapa orang yang telah merangkulku. Angga. Dia tersenyum kepadaku,
memberikanku kekuatan.
“Ka... kau pasti kuat Mentari.”
Aku terkejut mendengar suara itu. Angga
sudah bisa berbicara. Apa aku tidak salah mendengarnya. “Apa baru saja kau
bicara padaku?”
“Hmm...” dia kembali memberikan
senyum termanisnya kepadaku.
Aku memeluknya. Sungguh aku masih
tak percaya dia benar-benar sudah bisa berbicara. Selama sembilan tahun aku
ingin sekali mendengar suaranya, dan saat ini aku telah mendengar suaranya.
“Kau tidak perlu khawatir. Aku akan
melindungimu. Aku akan melindungi keluargamu.”
Angga memelukku. Dia benar-benar telah
membuat hatiku merasa tenang. Kini tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan tanpa
ayahku. Angga ada di sini. Angga akan melindungiku. Dia akan melindungi
keluargaku. Aku sungguh-sungguh sangat senang.
***
###
Aku sudah mendapatkan apa yang aku
inginkan. Aku sudah membalaskan dendamku selama ini. sudah tak ada lagi yang
bisa menghalangiku memilikinya. Tak ada lagi yang bisa memisahkan aku
dengannya. Tak ada yang bisa. Karena aku akan menghancurkan siapapun yang
berusaha memisahkan aku dengannya. Aku tidak akan memaafkan orang-orang yang
berusaha menyakitinya.